BIOAKTIVATOR PEROMBAK BAHAN ORGANIK (Biodekomposer) |
Download File
Download Doc
BIOAKTIVATOR PEROMBAK BAHAN
ORGANIK (Biodekomposer)
Produk sisa bahan organik pertanian (jerami), industri (biosolid), perkotaan (kertas, sayuran), dan halaman
perumahan (daun, potongan rumput) menyebabkan imobilisasi hara, alelopati, dan sumber penyakit.
Proses perombakan bahan organik secara alami membutuhkan waktu relatif lama (3-4 bulan) terutama
yang mengandung lignin.
Sebagian besar materi limbah organik gimnospermae dan angiospermae merupakan lignoselulosa. Hampir
setengah materi lignoselulose merupakan senyawa selulose dan 15% sampai 36% adalah senyawa lignin.
Lignin merupakan polimer struktural fenilpropan pada tanaman vascular yang membuat kekakuan tanaman
dan mengikat serat dinding sel bersama-sama, berfungsi menurunkan permeasi air melintasi dinding
jaringan xilem dan membuat kayu resisten terhadap serangan mikoba. Lignin berikatan dengan
hemiselulosa dan selulosa membentuk segel fisik di antara keduanya, yang merupakan barier yang
mencegah penetrasi larutan dan enzim (Howard et al. 2003). Lignin merupakan penghalang akses enzim
selulolitik pada degradasi bahan berlignoselulose sehingga menghambat proses dekomposisi, sehingga
sering menyebabkan penumpukan bahan organik. Sisa tanaman yang mengandung lignin lebih banyak
akan mengalami proses dekomposisi lebih lambat dibanding tanaman yang mengandung lignin lebih
sedikit. Strategi untuk mempercepat proses biodekomposisi bahan organik dilakukan dengan
memanfaatkan mikroba perombak lignin (lignolitik) dan selulosa (selulolitik) yang umumnya dari kelompok
fungi dan diketahui menunjukkan aktivitas biodekomposisi paling signifikan.
Fungi lignolitik umumnya merupakan basidiomiset dan dikelompokkan menjadi jamur busuk coklat dan
jamur busuk putih. Fungi busuk putih paling efesien dan ekstensif melakukan delignifikasi. Fungi
basidiomiset busuk putih menghasilkan tiga klas enzim yang merupakan enzim ekstraselular, yaitu lignin
peroksidase (LiP), mangan peroksidase (MnP), dan lakase (Eriksson et al. 1989). Ketiga enzim tersebut
dapat mengoksidasi senyawa fenolik sehingga membentuk radikal fenoksi, sementara senyawa non-fenol
dioksidasi melalui radikal kation. Lakase (benzenediol:oxygen oxsidoreductase; EC 1.10.3.2) dapat
mengoksidasi senyawa non-fenol dengan potensial ionisasi rendah sementara senyawa non-fenol dengan
potensial ionisasi tinggi dioksidasi oleh LiP dan MnP. Beberapa fungi pelapuk kayu menghasilkan ketiga
enzim yang memodifikasi lignin, sementara yang lain hanya menghasilkan satu atau dua enzim tersebut
(de Joung et al. 1994). Produksi dan aktivitas lignolitik dari fungi lignolitik dipengaruhi faktor-faktor seperti
substrat, pH, kondisi aerasi, induser, dan teknik kultivasi (Eriksson et al. 1989).
Lambatnya proses perombakan bahan organik berlignoselulose pada lahan pertanian, khususnya pada
lahan sawah, apalagi jika dihadapkan dengan masa tanam yang mendesak untuk menghasilkan produksi
tinggi, sehingga pemanfaatannya sering dianggap kurang ekonomis dan tidak efisien. Jerami mengandung
senyawa polimer selulosa (ca 40%), hemiselulosa (ca 35%), lignin (ca 15%). Untuk mengatasi hal
tersebut di atas perlu segera dilakukan suatu upaya alternatif dalam meningkatkan kandungan bahan
organik tanah dan pemupukan yang ramah lingkungan, untuk keberlanjutan produktivitas tanah.
Upaya mempercepat proses pengomposan, meningkatkan kandungan bahan organik tanah, memperbaiki
struktur tanah, dan ketersediaan hara dalam tanah dapat dilakukan dengan menggunakan bioaktivator
perombak bahan organik (biodekomposer) dan pupuk mikroba (biofertilizer) yang sesuai dengan kondisi
tanah. Pemanfaatan biodekomposer, selain mempercepat proses pengomposan dan mengurangi volume
bahan buangan, juga dapat menekan perkecambahan spora, larva insek, dan biji gulma sehingga
pertumbuhan hama dan patogen, serta gulma di non-aktifkan atau bahkan dihentikan, dan volume bahan
buangan, serta masalah lingkungan.
Di dalam tanah lignin dari tanaman mati didegradasi oleh mikroba menjadi humus, air dan karbon dioksida.
Humus pada permukaan tanah penting untuk struktur tanah, meningkatkan aerasi dan moisture-holding
capacity. Humus berfungsi sebagai penukar ion dasar dan mampu menyimpan serta melepaskan nutrien di
sekitar tanaman (Eriksson dan Ander, 1989). Walaupun manfaat baik dari penggunaan bahan organik
untuk meningkatkan kesuburan kimia, fisik, dan biologi tanah telah dipahami betul oleh para ahli dan
praktisi pertanian, tetapi sampai sekarang masih sulit petani memanfaatkan kembali sisa tanaman untuk
menyuburkan lahannya. Hal ini disebabkan karena secara alami perombakan limbah pertanian
memerlukan waktu yang lama, sedangkan apabila memakai kompos yang telah jadi selain diperlukan
biaya yang mahal juga diperlukan tenaga karena kompos harus diberikan dalam jumlah yang besar (bulky).
No comments:
Post a Comment