Saturday 14 March 2015

Laporan Praktikum Pembuatan Wine Dari Buah Anggur Dengan Menggunakan Saccharomyces Cerevisae Pada Roti Tawar






































di bawah ini adalah "Laporan Praktikum Pembuatan Wine Dari Buah Anggur Dengan Menggunakan Saccharomyces Cerevisae Pada Roti Tawar" bagi yang ingin mendowloadnya ARTIKEL ini dalam bentuk file silahkan klik link di bawah ini, bagi yang tidak paham cara downloadnya, silahkan lihat cara download di KIRI layar anda,






Nama kelompok
1.      M. Syarifudin                           (sensorrrrrr)
2.      Maqbul Fidha Farobby           (sensorrrrrr)
3.      Cholisatus Salamah                  (sensorrrrrr)
4.      Kosmia Zuliyanti                      (sensorrrrrr)



FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SENSOR
2013



BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wine adalah minuman hasil fermentasi dari buah anggur spesies Vitis Vinifera, yang pada proses akhirnya akan menghasilkan berbagai macam jenis wine seperti Red Wine, White Wine, Rose Wine, Sparkling Wine, Fruit Wine, Sweet Wine dan Fortified Wine.
Wine adalah minuman yang sejarahnya bisa ditarik sampai sekitar tahun 6000 SM. Berasal dari daerah Mesopotamia, wine kemudian menyebar ke berbagai negara dibagian dunia. Prancis salah satunya, adalah negara yang sangat erat hubungannya dengan wine. Selain sebagai negara yang mempopulerkan wine, Prancis pun terkenal sebagai negara yang memproduksi wine terbesar didunia. Dengan jumlah produksi sebesar 50 – 60 juta hectoliter atau sekitar 7 – 8 miliar botol wine per tahunnya. Selain Prancis, Spanyol dan Itali juga merupakan negara yang terkenal dengan winenya dan juga sebagai negara penghasil wine-wine kelas dunia.
Diluar negara-negara di Eropa, kawasan Asia yang selama ini dianggap jauh dari tradisi wine ternyata mempunyai fakta yang cukup mengejutkan. Dalam sebuah riset terungkap bahwa wine di Asia bisa tumbuh sekitar 10 – 20 persen per tahun. Kawasan tersebut diwakili oleh China, Hong Kong, Taiwan, Singapura, dan Korea sebagai pemimpinnya. Nilai konsumsi di Asia (tidak termasuk Jepang) mempunyai potensi meningkat hingga dua kali lipat, mencapai US$17 miliar pada 2012 dan melonjak menjadi US$ 27 miliar pada 2017.
Proses fermentasi wine sendiri, dengan bantuan mikroorganisme yang sering disebut dengan ragi. Bagi kalangan awam, istilah ragi sudah sering didengar. Ragi digunakan untuk pembuatan roti, minuman keras, beberapa jenis makanan tradisional seperti tape, tahu, tempe. Ragi juga digunakan dalam produksi ethanol baik dalam skala industri besar maupun kecil. Penggunaan ragi diantaranya saccaromyces sebagai pembuat roti dan alkohol (wine).
Alkohol, disebut juga etanol, etil alkoholalkohol murni, atau alkohol absolut, adalah sejenis cairan yang mudah menguap, mudah terbakar, tak berwarna, dan merupakan alkohol yang paling sering digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Senyawa ini merupakan obat psikoaktif dan dapat ditemukan pada minuman beralkohol dan termometer modern. alkohol adalah salah satu obat rekreasi yang paling tua.
Fermentasi gula menjadi alkohol merupakan salah satu reaksi organik paling awal yang pernah dilakukan manusia. Efek dari konsumsi alkohol yang memabukkan juga telah diketahui sejak dulu.
Saccharomyces adalah genus dalam kerajaan jamur yang mencakup banyak jenis ragi. Saccharomyces adalah dari berasal dari bahasa Latin yang berarti gula jamur. Banyak anggota dari genus ini dianggap sangat penting dalam produksi makanan. Salah satu contoh adalah Saccharomyces cerevisiae, yang digunakan dalam pembuatan anggur, roti, dan bir. Anggota lain dari genus ini termasuk Saccharomyces bayanus, digunakan dalam pembuatan anggur, dan Saccharomyces boulardii, digunakan dalam obat-obatan. Koloni dari Saccharomyces tumbuh pesat dan jatuh tempo dalam 3 hari. Mereka rata, mulus, basah, glistening atau kuyu, dan cream untuk cream tannish dalam warna. Ketidakmampuan untuk memanfaatkan nitrat dan kemampuan untuk berbagai memfermentasi karbohidrat adalah karakteristik khas dari Saccharomyces.
Jamur Saccharomyces cerevisiae, atau di Indonesia lebih dikenal dengan nama jamur ragi, telah memiliki sejarah yang luar biasa di industri fermentasi. Karena kemampuannya dalam menghasilkan alkohol inilah, S. cerevisiae disebut sebagai mikroorganisme aman (Generally Regarded as Safe) yang paling komersial saat ini. Dengan menghasilkan berbagai minuman beralkohol, mikroorganisme tertua yang dikembangbiakkan oleh manusia ini memungkinkan terjadinya proses bioteknologi yang pertama di dunia.
Kali ini kami mendapatkan sebuah artikel tentang pembuatan wine dengan ekstrak buah anggur yang difermentasi dengan remah roti tawar yang mengandung saccaromyces cerevisiae.

1.2. Tujuan
Mengetahui pembuatan wine dari buah anggur merah dengan menggunakan bantuan fermentasi mikroorganisme saccaromyces cerevisae yang terkandung didalam roti tawar.
1.3. Dasar Teori
Khamir (yeast) merupakan kelompok mikroorganisme yang telah banyak dimanfaatkan dalam industri pangan sebagai bahan pengawet. Contohnya yaitu anggur (wine) yang diproduksi dalam jumlah besar dan waktu yang singkat tersebut membutuhkan khamir seperti S. cerevisiae untuk bisa membuatnya tahan lama dengan mengubah gula menjadi etanol. Namun khamir juga bisa menjadi kontaminan yang menyebabkan kerusakan pada makanan yang mengandung gula dalam kadar sedang maupun tinggi. Misalnya pada sari buah, sirup, selai dll. Khamir cenderung dapat bertahan hidup lebih baik pada medium tersebut daripada bakteri yaitu pada makanan yang memiliki aw lebih rendah (0,62-0,65).
Khamir merupakan anggota dari kingdom jamur. Sebagian besar berbentuk uniselular, tetapi ada yang bentuknya multiselular dengan pembentukan formasi berbentuk string (tali) yang dihubungkan dengan sel yang berbelah yang disebut dengan pseudohyphae atau hifa palsu (false hyphae). Ukuran rata-rata yeast adalah 3-4 µm untuk diameternya, walaupun beberapa yeast bisa mencapai 40 µm.
Budiyanto dan Krisno, (1996:75-77) Dalam proses pembuatan anggur (wine) terjadi proses pemecahan gula menjadi alkohol dan CO2 akibat dari aktifitas enzim yang dihasilkan oleh sel khamir. Adapun hal-hal yang harus diperhatikan selama proses fermentasi berlangsung adalah: pemilihan khamir, nutrien, kosentrasi gula, keasaman, pemberian oksigen dan suhu dari perasan buah anggur tersebut. Khamir yang digunakan pada proses fermentasi ini harus tahan terhadap kadar alkohol yang tinggi dan mampu beradaptasi dengan SO2. Serta diharapkan mampu menghasilkan alkohol yang tinggi dan menghasilkan asam yang rendah. Selain itu, suhu juga berpengaruh terhadap fermentasi wine. Suhu yang cocok untuk proses ini adalah dibawah 30oC. Semakin rendah suhu fermentasi maka semakin tinggi la alkohol yang akan dihasilkan. pH yang digunakan untuk pertumbuhan khamir adalah 4-4,5. Untuk menaikkan pH digunakan NaOH, dan untuk menurunkan pH digunakan asam nitrat. Fermentasi anggur (wine) juga dipengaruhi oleh kosentrasi garam logam dalam perasan. Pada kosentrasi yang rendah akan menstimulir aktivitas dan petumbuhan khamir, sedangkan pada kosentrasi yang tinggi akan menghambat pertumbuhan sel khamir. Starter yang ditambahkan pada perasan buah anggur yang akan difermentasi banyaknya 2-5%. Karena hal tersebut dapat memperpendek fase adaptasi. Starter yang digunakan sebaiknya mempunyai kadar alkohol lebih dari 4%. Hal ini berguna untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme yang merusak atau mengkontaminasi. Starter yang baik adalah starter dari biakan murni yang dapat diisolasi dari buah. Media starter dibuat dari must yang sudah disterilisasikan antara 2-5% volume dan yang telah diinokulasikan dengan khamir.
Sekarang orang melakukan  fermentasi untuk menghasilkan suatu jenis produk dari berbagai jamur, khamir, dan bakteri. Menurut Hidayat Nur, (1992:3) Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel pada keadaan anaerob (tanpa oksigen). Secara umum, fermentasi merupakan salah satu bentuk respirasi anaerob, definisi fermentasi dapat juga dikatakan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir, dan jamur.
Contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati gula menjadi alkohol dan karbon dioksida, serta oksidasi senyawa nitrogen organik.
Sedangkan Buchle K. A, (1987:92-93) mengatakan bahwa Fermentasi diartikan pula sebagai pertumbuhan mikroorgaisme yang terjadi tanpa adanya oksigen. Dari mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi yang paling penting adalah bakteri pembentuk asam laktat, asam asetat, asam sitrat dan beberapa jenis khamir penghasil alkohol. Fermentasi timbul sebagai hasil metabolisme tipe anaerobik. Untuk hidup semua mikroorganisme membutuhkan sumber energi, sumber energi diperoleh dari metabolisme bahan pangan di mana mikroorganisme tersebut berada.
Bahan baku energi yang paling banyak digunakan di antara mikroorganisme adalah glukosa. Sel dari Sacharomyces cereviceae. Berkembang biak dengan cara vegetatif dengan arah menguncup multilateral. Konjugasi isogam/heterogam dapat terjadi setelah pembentukan askus. Dapat berbentuk tonjolan-tonjolan, setiap askus dapat mengandung 1-4 spora dengan berbagai bentuk, spora dapat berkonjugasi disimilasi dan berlangsung dari oksidatif yang disukai sampai kepada fermentatif yang dominan. Dalam biakan cair biasanya terjadi pertumbuhan didasar. Cincin dan partikel dapat terbentuk secara merata yang lebih panjang, senyawa-senyawa gula pada umumnya difermentasikan dengan kuat, dan nitratnya tidak diasimilasikan”.




BAB II
METODE PRAKTIKUM
2.1. Alat :
1.      Blender
2.      Baskom
3.      Pisau
4.      Botol
5.      Kain saring
6.      Tabung erlenmeyer
7.      Timbangan elektrik
2.2. Bahan :
1.      Roti (100 Gram)
2.      Gula (225 Gram)
3.      Jus Anggur (500 cc)
2.3. Langkah Praktikum :
1.      Roti tawar dihaluskan kering dengan diblender. Disisihkan
2.      ½ kg anggur merah di pisahkan dari biji lalu di blender halus dan menjadi 500 cc jus anggur
3.      Kemudian Jus Anggur di campur dengan roti tawar yang sudah di hancurkan halus dan gula
4.      Setelah tercampur rata kemudian dimasukkan ke dalam botol
5.      Botol ditutup dengan kain tipis dan karet sebagai pengeratnya.
6.      Wine di fermentasikan selama 3 minggu sebelum nanti dicicipi rasanya
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Hasil
 Pengamatan :
Minggu ke
Bau
Warna
1
Bau belum berubah, masih tetap aroma buah anggur
Warna masih tetap. Yaitu merah keunguan khas buah anggur merah.
2
Bau asam fermentasi, seperti cuka atau tape. Menandakan adanya aktivitas mikroba
Warna mulai agak merah muda. Remah roti yang mengendap sudah mulai larut dengan wine.
3
Bau sangat asam dan agak tengik.
Warna wine dalam botol merah muda. Dan masih ada endapan remah roti. Ketika setelah disaring warna yang di hasilkan berubah menjadi kuning agak putih (seperti air tape).

 Uji rasa : Rasa yang di hasilkan pahit dan sangat asam.

3.2. Pembahasan
3.2.1.      Reaksi fermentasi alkohol :


saccharomyces
 
C6H12O6
                        
2C2H5OH (alkohol) + 2CO2 + E(2ATP)

Juice anggur bersama-sama dengan bahan yang lain yang diubah secara reaksi biokimia oleh khamir dan menghasilkan wine. Bahan untuk proses fermentasi adalah gula ditambah khamir yang akan menghasilkan alkohol dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari campuran wine menuju udara dan alkohol akan tetap tinggal di fermentor. Jika semua gula buah sudah diubah menjadi alkohol atau alkohol telah mencapai sekitar 15% biasanya fermentasi telah selesai atau dihentikan. Selama fermentasi sering ditambahkan nitrogen dan mikro nutrien guna mencegah produksi gas H2S. Jika gas ini muncul akan menyebabkan bau yang tidak enak.
Selama fermentasi, cairan yang dihasilkan setelah buah anggur dihancurkan disebut must. Komposisi must terdiri dari 85-95 % sari buah, 5-12 % kulit, dan 0-4 % biji. Guna mencegah tumbuhnya bakteri pada must maka dilakukan pengadukan. Must mulai bergelembung pada jam ke 8 – 20.
Selama fermentasi kandungan tannin dalam kulit buah juga terektraksi, sehingga red wine mengandung tannin lebih tinggi daripada white wine dan rose wine. Beberapa organisme seperti Saccharomyces dapat hidup, baik dalam kondisi lingkungan cukup oksigen maupun kurang oksigen. Organisme yang demikian disebut aerob fakultatif. Saccharomyces akan melakukan respirasi biasa dalam keadaan cukup oksigen. Akan tetapi, jika dalam keadaan lingkungan kurang oksigen Saccharomyces akan melakukan fermentasi. Asam piruvat yang dihasilkan oleh proses glikolisis akan diubah menjadi asam asetat dan CO2 dalam keadaan anaerob. Selanjutnya, asam asetat diubah menjadi alkohol. Proses perubahan asam asetat menjadi alkohol tersebut diikuti pula dengan perubahan NADH menjadi NAD+. Terbentuknya NAD+ menyebabkan peristiwa glikolisis dapat terjadi lagi. Fermentasi alkohol ini hanya dapat mengubah satu mol glukosa menjadi 2 molekul ATP. Fermentasi alkohol, secara sederhana, berlangsung sebagai berikut :

C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2+ 2 ATP (Energi yang dilepaskan:118 kJ per mol).

Dijabarkan sebagai Gula (glukosa, fruktosa, atau sukrosa) → Alkohol (etanol) + CO2 + Energi (ATP). Sebagaimana halnya fermentasi asam laktat, reaksi ini merupakan suatu pemborosan. Sebagian besar dari energi yang terkandung di dalam glukosa masih terdapat di dalam etanol, karena itu etanol sering dipakai sebagai bahan bakar mesin. Reaksi ini, seperti fermentasi asam laktat juga berbahaya. Ragi dapat  meracuni  dirinya sendiri jika konsentrasi etanol mencapai 13%. Hal ini menjelaskan kadar maksimum alkohol pada minuman hasil fermentasi seperti anggur.

Sumber karbon, jenis gula utama terdapat dalam must adalah glukosa dan fruktosa. Sebagian besar khamir untuk wine memfermentasi glukosa lebih cepat dari fruktosa. Tetapi S. elegans, memfermentasi fruktosa lebih cepat daripada glukosa. Galur ini digunakan dalam industri sauterne wine, yaitu sejenis white wine dengan rasa sedikit manis yang berasal dari distrik Sauternes, Bordeaux, Perancis. Fermentasi karbohidrat yang secara alami terdapat dalam buah anggur akan cepat menghasilkan alkohol sampai sekitar 11-12 persen. Iklim dinginyang terjadi terutama di Amerika Serikat bagian timur dimana buah anggur varitas Vitis labrusca banyak ditanam untuk industri wine, wine yang dihasilkan kadang-kadang ditambah gula (amelioration). Sebaliknya, apabila cuaca menyebabkan buah anggur terlalu cepat masak (mature) maka untuk memproduksi  wine  dengan komposisi normal, perlu penambahan air.

Etanol yang diproduksi oleh sel-sel khamir selama proses fermentasi akan menghambat aktifitas dan pertumbuhan sel. Jika suhu fermentasi meningkat, derajat pengahambatan juga meningkat. Suhu fermentasi yang lebih rendah akan menghasilkan etanol yang lebih tinggi karena disamping fermentasi berlangsung lebih sempurna, hilangnya etanol karena penguapan akibat suhu yang lebih tinggi dapat diperkecil.

Tekanan karbondioksida (CO2) sekitar 72 atm menyebabkan pertumbuhan sel-sel khamir akan terhambat dan pada tekanan 30 atm produksi etanol terhenti sama sekali. Pengaruh tekanan CO2ini sangat penting dalam pembotolan, tangki wine atau jika kecepatan fermentasi diatur dengan tekanan. Sekitar 0.1-0.5 gram CO2 per liter terlarut dalam tabel wine. Konsentrasi COsebanyak 12 gr/L akan menyebabkan tekanan sebesar 4.0, 4.8, 5.8, 6.6 dan 7.5 atm pada suhu 0.5, 10, 15 dan 30°C. Produk akhir sparking wine lebih disukai jika terdapat tekanan CO2 sebesar 6-8 atmosfir.


3.2.2.      Faktor-faktor yang Mempengaruhi Fermentasi Wine
  Fermentasi alkohol/wine (anggur) dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a.       Spesies sel khamir
Pemilihan mikroorganisme biasanya didasarkan pada jenis karbohidrat yang digunakan sebagai medium, sebagai contoh untuk memproduksi alkohol dari pati dan gula digunakan Sacharomyces cerevisiae sedangkan untuk laktosa dari “whey” menggunakan Candida pseudotropicalis. Seleksi tersebut bertujuan agar didapatkan mikroorganisme yang mampu tumbuh dengan cepat dan toleransi terhadap konsentrasi yang tinggi, mampu menghasilkan alkohol dalam jumlah banyak dan tahan terhadap alkohol tersebut.
b.      Jumlah sel khamir
Inokulum yaitu kultur mikroba yang diinokulasikan kedalam medium fermentasi. Tipe dan kosentrasi mikroorganisme yang diinokulasikan merupakan “critical factor” yang mempengaruhi (wood, 1998). Menurut Soeharto (1986), jumlah “starter” optimum pada fermentasi alkohol adalah 2-5% serta jumlah khamir yang harus tersedia dalam jumlah yang cukup dengan jumlah sel berkisar  2-5 . 106 sel per ml.
c.       Derajat keasaman (pH)
Derajat keasaman optimum untuk pertumbuhan khamir yang digunakan pada fermentasi etanol adalah 4,5 – 5,5 (Prescott and Dunn, 2002). Sedangkan menurut Daulay dan Rahman (1992), pada umumnya sel khamir dapat tumbuh dan memproduksi etanol secara efisien pada pH 3,5 – 6,0.
d.      Suhu
Khamir mempunyai kisaran toleransi tertentu terhadap suhu untuk pembentukan selnya, optimum untuk khamir adalah 25 – 30 oC serta khamir dapat tumbuh secara efesien pada suhu 28 – 35 oC. Peningkatan suhu sampai 40 oC dapat mempertinggi kecepatan awal produksi etanol, tetapi produktivitas fermentasi secara keseluruhan menurun karena meningkatnya pengaruh penghambatan oleh etanol terhadap pertumbuhan sel khamir.
e.       Oksigen
Selama fermentasi alkohol berlangsung, diperlukan sedikit oksigen yaitu sekitar 0,05-0,10 mmHg tekanan oksigen, yang diperlukan sel khamir untuk biosintesa lemak tak jenuh dan lipid. Jumlah oksigen yang lebih tinggi dapat merangsang pertumbuhan sel khamir, sehingga produktivitasnya alkohol menjadi lebih rendah. Menurut Daulay dan Rahman (1992), persediaan oksigen yang besar penting untuk kecepatan perkembangbiakan sel khamir dan permulaan fermentasi, namun produksi alkohol terbaik pada kondisi anaerob.
f.       Udara.
Mikroorganisme aerobik seperti kapang,  lapisan film khamir dan Acetobacter tidak dapat tumbuh  bila tidak terdapat udara (oksigen), tetapi bakteri asam laktat tumbuh baik dalam keadaan anaerobik. 
g.      Kandungan gula.
Dry wine yang rendah  kandungan gulanya (sekitar 0.1 persen), jarang mengalami kerusakan akibat bakteri. Kadar gula sekitar 0.5-1.0 persen atau lebih merupakan kondisi yang sesuai bagi mikrona perusak. 
h.      Konsentrasi alcohol.
Toleransi mikroba perusak terhadap alcohol, bervariasi. Bakteri asam asetat dapat dihambat pada konsentrasi alcohol 14-15 persen (v/v). BAkteri-bakteri kokus dihambat pada konsentrasi alcohol sekitar 12 persen, Leuconostoc pada konsentrasi alcohol lebih dari 14 persen, heterofermentatif Lactobacillus sekitar 18 persen, kecuali L. trichodes yang dapat tumbuh  pada kadar alcohol lebih dari 20 persen dan homofermentatif Lactobacillus  sekitar 10 persen. 
i.        Konsentrasi senyawa faktor pertumbuhan.
Spesies Acetobacter dapat mensintesa sendiri vitamin-vitamin yang dibutuhkannya, tetapi bakteri asam laktat membutuhkan penambahan vitamin dari luar. Sumber utama senyawa ini didalam wine adalah sel-sel khamir (wine yeast), yang mengeluarkan  senyawa – senyawa  faktor pertumbuhan tersebut pada saat autolisis. Makin banyak jumlah senyawa ini makin besar kemungkinan ketusakan wine oleh bakteri adam laktat. 
j.        Konsentrasi tannin.
Tanin yang ditambahkan bersama-sama dengan gelatin dalam proses penjernihan dapat menghambat bakteri, tetapi jumlah yang ditambahkan biasanya tidak cukup untuk sekaligus berfungsi sebagai inhibitor dalam wine. 
k.      Konsentrasi sulfur dioxide (SO2).
Makin tinggu konsentrasi SO2  yang ditambahkan , makin besar daya penghambatan terhadao mikroba perusak. Biasanya jumlah SO2  yang  ditambahkan  ke dalam musts adalah sekitar 75-200 ppm. Efektivitas penghambatan tergantung pada jenis mikroba dan daya penghambatan tersebut akan meningkat dengan menurunnya pH dan kandungan gula. 


3.2.3.      Analisis Kerusakan Wine
Menurut Handoyo (2007), Kerusakan wine secara organoleptik dapat dideteksi dari warna, rasa, dan bau. Penyebab kerusakan tersebut dikarenakan cara pembuatan yang kurang baik, penyimpanan, dan penyajian yang keliru. Wine yang disimpan pada temperatur tinggi dapat menyebabkan wine terasa seperti dimasak atau dipanaskan, dimana karakter freshnessnya sudah hilang dan aromanya terasa seperti buah-buahan yang telah dimasak. Sedangkan kerusakan karena penyajian dapat menyebabkan oksidasi wine menjadi asam cuka (tersedia oksigenyang cukup).  Oksidasi juga bisa disebakan karena sumbat botol (cork) yang dipakai mempunyai kualitas yang kurang bagus, sehingga memungkinkan udara masuk kedalam botol.
Beberapa karakter aroma lain yang dapat dijadikan indikator kerusakan wine adalah:
    · Bau sayuran busuk
    · Bau belerang
    · Bau apel busuk
    · Bau telur busuk
    · Bau apek
Kerussakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri Asam Laktat (BAL) dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan Lactobacillus.  Bakteri jenis ini dapat memetabolisme gula, asam, dan unsur lain yang ada dianggur menghasilkan beberapa senyawa yang menyebabkan pembusukan.  Setelah fermentasi alkohol selesai, maka secara alami akan terjadi proses MLF (Malolactic Fermentasi) yang dilakukan oleh BAL. Reaksi ini mengubah dekarboksilasi L-malic acid menjadi L-lactic acid dengan menurunkan kadar keasaman wine dan menaikkan pH antara 0,3 sampai 0,5.  Setelah proses MLF selesai, maka kehidupan dari BAL tergantung pada komposisi wine dan bagaimana wine ditangani.  Jika wine memiliki pH tinggi (> 3,5) dan SO2 tidak memadai, maka bakteri BAL dapat tumbuh dan merusak wine atau penyebab kebusukan.
Kerusakan wine  dapat terjadi baik secara nonmikrobial maupun mikrobial. Maupun  microbial. Kerusakan-kerusakan wine termasuk yang disebabkan oleh logamnya   atau  garamnya, enzim dan bahan-bahan yang digunakan dalam proses penjernihan wine. Fe miasalnya, dapat menyebabkan terbentuknya endapan putih besi pospat pada white wine yang  dikenal sebagai casse. Timah dan tembaga dapat menyebabkan timbulnya kekeruhan pada  wine.  Gelatin yang digunakan dalam proses penjernihan juga dapat menimbulkan kekeruhan. Enzim-enzim pengoksidasi seperti peroksidase dari kapang tertentu dapat menyebabkan white  wine berubah menjadi coklat, dan warna merah red wine mengendap.  
Mikroorganisme  penyebab kerusakan wine terutama adalah sel-sel khamir liar (wild yeast), kapang dan bakteri dari genus Acetobacter, Lactobacillus, Leuconostoc dan mungkin Micrococcus dan Pediococcus.
Kerusakan wine dapat dibagi menjadi 2, antara lain :

1.      Kerusakan  oleh Mikroba Aerobik
Lapisan film khamir yang dapat mengoksidasi alcohol dan asam-asam organic dapat tumbuh pada permukaan musts dan wine yang kontak dengan udara dan akan memebntuk wine flowers. Timbulnya film khamir ini dapat dihindari dengan cara mengaduk musts secara periodic dan menjada agar wine tidak kontak dengan udara. 
Dengan adanya udara, bakteri-bakteri asam asetat seperti Acetobacter aceti dan A. oxydans, akan mengoksidasi alcohol dalam musts atau wine menjadi asam asetat (Acetifikasi). Bakteri ini juga dapat mengoksidaso glukosa menjadi asam glukonat yang menyebabkan rasa asam  manis padan musts. 
Berbagai jenis kapsng terutama Mucor, Penicillium dan Asperigillus, dapat tumbuh pada berbagai alat yang digunakan dalam produksi wine seperti tangki fermentasi, pipa-pipa penghubung, penutup, alat pengukur dan alat-alat lain termasuk dinding-dinding pabrik. Karena itu diperlukan pencucian dan disinfektasi yang memadai terhadap alat-alat tersebut. 

2.      Kerusakan  oleh Mikroba Fakultatif
Sel-sel khamir liar termasuk semua khamir kecuali khamir yang ditambahkan sebagai starter, dapat menyebabkan fermentasi berlangsung tidak normal sehingga menghasilkan wine dengan kandungan alkohol yang rendah, asam-asam volatile yang tinggi dan flavor yang tidak disenangi. Disamping itu sel-sel khamir liar tersebut akan menyebabkan kekeruhan pada wine yang dihasilkan. Sel-sel khamir liar ini yang terutama berasal dari buah anggur yang digunakan, dapat ditekan atau dihilangkan dengan cara menggunakan starter khamir wine yang aktif, sulfitisasi atau pasteurisasi musts belum fermentasi dan pengontrolan suhu yang ketat selama fermentasi berlangsung. 
Bakteri asam laktat merupakan penyebab utama kerusakan bakteri musts wine. Pendugaan jenis bakteri perusak wine sering menamui kesulitan, karena jenis bakteri yang berbeda dapat menyebabkan jenis kerusakan yang sama, dan bakteri yang sama pada kondisi yang berbeda dapat menyebabkan jenis kerusakan yang berbeda. Jenis kerusakan oleh bakteri yang umumnya terjadi adalah terbentuknya asam dari gula, glukosa dan fruktosa dalam  wine yang terutama disebabkan oleh species-species Lactobacillus heterofermentatif. Timbulnya kekeruan dan kerusakan warna wine juga merupakan jenis-jenis kerusakan oleh bakteri. 
Jika fermentasi fruktosa menghasilkan mannitol, yaitu senyawa yang mempunyai rasa pahit, maka fermentasi ini disebut mannitic. Rasa pahit juga dapat disebabkan karena terjadi fermentasi gliserol dalam wine.  Timbulnya gas dalam wine dapat disebabkan oleh beberapa penyebab antara lain pembentukan CO2 oleh bakteri asam laktat heterofermentatif yang disebut pousse. 
Keasaman wine dapat diturunkan oleh bakteri-bakteri perusak melalui oksidasi asam malat, asam tartarat oleh Acebacter, atau melalui fermentasi asam malat dan tartarat oleh species Lactobacillus, Leuconostoc atau Pediococcus. 
Setiap bakteri dan sel khamir yang tumbuh dalam wine akan menimbulkan kekeruha, dan setiao bakteri asetat atau laktat heterofermentatif akan meningkatkan  asam-asam volatile dalam wine. Fermentasi gula biasanya akan meningkatkan keasaman karena terbentuknya asam-asam organic yang tidak dapat menguap oleh bakteri laktat  homofermentatif, atau terbentuknya asam-asam organik tidak menguap dan asam organik menguap (volatile) oleh  laktat  heterofermentatif. Oksidasi atau fermentative lebih lanjut terhadap asam-asam organic yang tidak menguap dapat menurunkan konsentrasi asam-asam organic tersebut dalam musts atau wine.
 
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Dalam pembuatan wine banyak faktor yang harus di perhatikan. Karena faktor – faktor keberhasilan pembuatan wine meliputi Spesies sel khamir, Jumlah sel khamir, Derajat keasaman (pH), Suhu, Oksigen, Udara, Kandungan gula,  Konsentrasi alcohol, Konsentrasi senyawa faktor pertumbuhan, Konsentrasi tannin dan Konsentrasi sulfur dioxide (SO2).
Kerussakan wine secara mikrobiologi dapat disebabkan oleh Bakteri Asam Laktat (BAL) dari jenis Leuconostoc, pediococcus, dan Lactobacillus. Kerusakan wine  dapat terjadi secara nonmikrobial maupun mikrobial. Mikroorganisme  penyebab kerusakan wine terutama adalah sel-sel khamir liar (wild yeast), kapang dan bakteri dari genus Acetobacter, Lactobacillus, Leuconostoc dan mungkin Micrococcus dan Pediococcus.
Selain itu dalam teknik pembuatan dan peralatan harus sesuai prosedur dan steril. Penggunaan kain saring sebagai penutupbotol wine dinilai sangat tidak efektif.memang dapat sebagai keluar masuk udara. Namun penggunaan dalam jangka lama mampu menyebabkan kontaminasi.

4.2. Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menentukan jenis bakteri yang mampu mengkontaminasi wine. dan di tentukan faktor fenotip bakteri kontaminator.




Daftar pustaka

http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/biologi-pertanian/metabolisme-sel/katabolisme-respirasi/


2 comments: