PENYEBAB ALIH GUNA LAHAN DAN AKIBATNYA TERHADAP FUNGSI
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PADA LANSEKAP AGROFORESTRI
BERBASIS KOPI DI SUMATERA
DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS) PADA LANSEKAP AGROFORESTRI
BERBASIS KOPI DI SUMATERA
Keyword :
hutan yang semula luasnya mencapai 60 telah berubah menjadi perkebunan
kopi rakyat persawahan di lembah bukit dan perkampungan sehingga hutan
yang tersisa hanya 12 dari total luas lahannya perubahan itu diiringi
pergolakan masyarakat bahkan ada yang disertai kekerasan selama sepuluh
tahun terakhir pemahaman yang seksama tentang perubahan yang terjadi
harus bertitik-tolak dari sudut pandang historisnya dan berdasarkan
pengamatan secara cermat terhadap perubahan penggunaan dan penutupan
lahan selama beberapa dekade terakhir dengan menggunakan pendekatan
analisis sistem kajian ini menganalisis pengaruh fluktuasi harga kopi di
pasar dunia pertumbuhan penduduk dan migrasi serta dampak pembangunan
jalan dan infra struktur terhadap alih guna lahan dan fungsi das di
sumberjaya kajian ini menyimpulkan bahwa setelah fase degradasi hutan
rehabilitasi dapat berjalan selama kondisinya mendukung dalam 15 tahun
terakhir semakin banyak budidaya kopi yang semula berbentuk sistem
monokultur secara bertahap berubah menjadi budidaya kopi campuran dengan
pohon- pohon penaung pengamatan menunjukkan bahwa sejalan dengan
berlangsungnya penebangan hutan terjadi pula penanaman kembali
pohon-pohonan pada saat krisis ekonomi di asia tenggara berlangsung dan
membawa dampak serius terhadap perekonomian indonesia sejak akhir 1997
das yang berorientasi komoditas ekspor ini justru mengalami lonjakan
ekonomi walaupun fluktuasi tahunan harga kopi juga merupakan masalah
besar makalah ini membahas tentang kecenderungan terakhir dari adanya
alih guna lahan faktor-faktor pendorongnya dan bagaimana para petani dan
juga instansi pemerintah merespon terhadap perubahan yang sedang
berjalan kata kunci berkelanjutan faktor pendorong terjadinya alih guna
lahan kopi multistrata fungsi das pendahuluan kajian alih guna lahan
yang dilakukan di sumberjaya dan sekitarnya ini mencakup areal seluas
kurang lebih 730 km2 yang meliputi daerah aliran sungai das way besai
dan dua wilayah kecamatan kecamatan way tenong dan kecamatan sumberjaya
kabupaten lampung barat sumatra1 gambar 1 penebangan hutan oleh
berbagai pihak merupakan masalah besar lahan yang sudah dibuka pada
umumnya digunakan penyebab alih guna lahan dan akibatnya terhadap fungsi
daerah aliran sungai das pada lansekap agroforestri berbasis kopi di
sumatera bruno verbist andree ekadinata putra dan suseno budidarsono
world agroforestry centre - icraf se asia po box 161 bogor 16001
abstract land use is changing rapidly in se-asia from forest to
landscape mosaics with various degrees of tree cover the upper way besai
watershed - about 40 000 ha upstream the way besai hydro-power dam -
covers most of the sub- district of sumberjaya 54 200 ha and exemplifies
the rapid land use changes it was transformed in the past three decades
from a large forest cover 60 to a mosaic of various smallholder coffee
systems with rice paddies in the valleys and about twelve percent of
forest cover this happened with a simmering and over the past 10 years
sometimes violent conflict any in-depth understanding of the changes has
to be based on a historical perspective and an accurate monitoring of
land use and land cover changes over at least a few decades a systems
analysis approach was used to analyze the importance of fluctuation of
world market prices of coffee population growth migration and road
construction on land use change and watershed functions it seems that
after a phase of degradation rehabilitation can occur if the conditions
are right over the past 15 years more and more former monoculture coffee
farms gradually transformed into mixed systems with shadow trees a
remarkable observation is that while deforestation was still going on a
phase of ‘re- treeing’ took off already the economic crisis in southeast
asia which affected indonesia to the utmost extent since late 1997 was
in fact a period of economic boom for this export-oriented watershed
although the year-to-year fluctuations of coffee prices are dramatic
this paper explores past trends of land use change their driving factors
and how farmers and government departments are responding to continuous
changing conditions keywords sustainability driving factors of land use
change multistrata coffee systems watershed functions abstrak
penggunaan lahan berubah dengan pesat di asia tenggara dari hutan
menjadi sistem dengan tutupan berbagai jenis pepohonan daerah hulu way
besai salah satu daerah aliran sungai das seluas 40.000 ha di lampung
barat sumatra mencakup kecamatan sumberjaya dengan luas areal 54.200 ha
adalah salah satu contoh daerah yang mengalami alih guna lahan yang
cepat hutan di wilayah ini berubah menjadi mosaik lansekap dengan
berbagai tingkat penutupan lahan sumberjaya mengalami perubahan yang
relatif cepat selama tiga dasa warsa 1 pada tahun 2000 kecamatan
sumberjaya 54 200 ha dimekarkan menjadi kecamatan sumberjaya dan
kecamatan way tenong agrivita vol 26 no.1 maret 2004 issn 0126 - 0537
page 2 of 10 30 untuk bertanam kopi praktek penyiangan yang dilakukan
secara intensif dalam budidaya kopi di wilayah ini sering dipandang oleh
para pengambil kebijakan sebagai praktek bercocok tanam yang tidak
lestari dan diduga menjadi penyebab utama penurunan ketersediaan air
bagi wilayah hilir dan berkurangnya fungsi das sementara itu konflik
dengan kekerasan yang terjadi pada tahun 1991 yang dilakukan oleh dinas
kehutanan dengan dukungan aparat keamanan terkait dengan pengusiran
penduduk yang menggunakan lahan untuk tanaman kopi pemahaman yang
seksama atas alih guna lahan harus bertolak dari perspektif sejarah
disertai pengamatan secara cermat terhadap alih guna lahan dan tutupan
lahan dalam kurun waktu yang relatif panjang paling tidak selama
beberapa dekade kurangnya data kuantitatif tentang gambaran perubahan
spasial di masa lalu menyebabkan terjadinya interpretasi yang dangkal
terhadap kenyataan yang sebenarnya misalnya pandangan yang menyebutkan
bahwa ‘praktek tebas-bakar dalam kegiatan pertanian merupakan penyebab
utama terjadinya penggundulan hutan di daerah tropis’ atau ‘konversi
hutan menjadi kebun kopi merusak keragaman hayati dan menurunkan
kualitas fungsi das’ dan masih banyak contoh serupa memerlukan analisis
lebih mendalam untuk mengisi kekurangan yang ada selama ini makalah ini
mencoba untuk melakukan pendekatan dengan mengangkat persoalan-persoalan
berikut - bagaimana kecenderungan alih guna lahan terjadi di sumberjaya
- faktor pendorong apa saja yang menyebabkan terjadinya alih guna lahan
tersebut - seberapa luas alih guna lahan terjadi dan siapa pendorongnya
dan - bagaimana dampak alih guna lahan tersebut terhadap fungsi das
perkembangan budidaya kopi di sumberjaya dalam perspektif sejarah
budidaya kopi di lampung mulai tersebar ke sumberjaya sekitar tahun 1800
benoit 1989 pada tahun 1935 penduduk di tanah marga way tenong – yang
saat in mencakup wilayah kecamatan way tenong dan sumberjaya – masih
sangat jarang waktu itu selain hutan-hutan tua di lereng pegunungan dan
hutan sekunder yang luas di wilayah ini terdapat kebun kopi rakyat
dengan berbagai tingkat perkembangannya seperti disajikan dalam gambar 2
keragaman cara budidaya kebun kopi memberikan daya tarik tersendiri
walaupun lahan di wilayah ini sangat cocok untuk budidaya kopi karena
tanahnya subur dan iklimnya sesuai eksploitasi lahan dalam skala besar
belum masuk ke wilayah ini karena keterbatasan prasarana gambar 1 posisi
dan profil sumberjaya di lampung sumatra serta kawasan hutan di lampung
berdasarkan tghk pada tahun 1999 kotak hitam pada gambar bawah
menunjukkan areal studi seluas 730 km2 verbist et al penyebab alih guna
lahan dan fungsinya terhadap das page 3 of 10 31 verbist et al penyebab
alih guna lahan dan fungsinya terhadap das jalan raya waktu itu wilayah
ini masih terisolasi huitema 1935 keadaan ini segera berubah setelah
kedatangan suku semendo yang biasa melakukan praktek tebas- bakar dalam
budidaya kopi hutan di lereng pegunungan ditebas untuk budidaya kopi
mereka menunggu 3-5 tahun untuk mendapat masa ngagung2 kopi setelah
hasil kopi tidak lagi menguntungkan biasanya sesudah 3-5 tahun
berproduksi kebun kopi mereka tinggalkan untuk membuka kebun kopi yang
baru sementara itu kebun kopi yang ditinggalkan dibiarkan sampai menjadi
hutan sekunder setelah periode 7-20 tahun ditinggal kebun tersebut
dibuka kembali untuk bercocok tanam kopi dan daur serupa kembali
berulang keragaman budidaya kopi di sumberjaya seperti tertuang dalam
gambar 2 dapat dirangkum sebagai berikut kopi rimba atau jungle coffee
yang waktu itu banyak terdapat di sekitar danau ranau adalah tanaman
kopi yang ditanam dan dibiarkan tumbuh alami tanpa pemangkasan huitema
1935 menulis tanaman kopi yang tidak dipangkas dan karena tanahnya yang
subur dapat tumbuh liar dan bisa mencapai umur 10-20 tahun
ranting-ranting yang tinggi dan panjang kebanyakan ditemukan patah
karena dibengkokkan para pemanen kopi saat mengambil buah kopi budidaya
kopi rimba ini hampir punah saat ini beberapa petani di muara buat jambi
masih membudidayakan pohon kopi dalam kebun karet mereka laxman joshi
pers.comm kopi pionir merupakan tahap awal dalam budidaya kopi setelah
hutan atau ladang ditebas dan dibakar teknik ladang berpindah petani
menanam kopi tanpa naungan kebun kopi yang masih relatif muda ini
tergantung pada keadaan dan pola pengelolaan usaha taninya dan akan
berkembang menjadi kebun kopi tanpa naungan atau menjadi kebun kopi
naungan dengan berbagai jenis tumbuhan yang kompleks kopi biasanya
ditanam bersamaan dengan padi gogo ladang setelah tebas-bakar ultée 1949
padi dan atau tanaman-tanaman sekunder lainnya seperti jagung
umbi-umbian dan sayuran dapat ditanam sampai tahun kedua pada tahun
ketiga tidak ada lagi tanaman semusim yang bisa tumbuh dan tanaman kopi
sudah mulai menghasilkan dalam jumlah yang kecil pada tahun keempat
tanaman kopi sudah dapat memberikan hasil yang dapat menunjang kebutuhan
rumah tangga pada tahun kelima kopi biasanya memberikan hasil optimal
ngagung dan setelah itu hasil kopi mulai menurun setelah beberapa tahun
lahan tersebut akan ditinggalkan dibiarkan selama 7- 20 tahun tergantung
pada kualitas tanah broersma 1916 hutan sekunder mulai tumbuh kembali
biasanya pada tahun ketiga sejak kopi ditanam petani akan membuka ladang
baru di tempat lain untuk menanam tanaman pangan dan kopi dengan
harapan akan ada jaminan bahwa setiap tahun akan ada hasil kopi yang
ngagung kopi monokultur sun-coffee atau unshaded monoc- ulture budidaya
kopi tanpa naungan biasanya bercirikan tidak ada usaha penanaman pohon
lain sebagai tanaman naungan dan dikelola secara intensif tingkat asupan
pupuk dan penyiangan gulma yang tinggi cara budidaya ini memang
memberikan produksi yang baik akan tetapi sekaligus juga menguras hara
tanah dengan cepat sehingga jika tidak diberikan tambahan asupan hara
dari luar berupa pupuk kimia maka masa produksi kopi yang tinggi akan
menjadi lebih singkat dan produksi akan rendah kopi dengan naungan
simple shade coffee sistem ini kebanyakan menggunakan pohon dadap
erythrina sebagai naungan untuk menjamin pemenuhan kebutuhan sinar untuk
tanaman kopi biasanya pohon penaung akan dipangkas seperlunya sebagai
tanaman penaung dadap memiliki peran yang cukup penting dalam menjaga
dan mengembalikan kesuburan tanah tergantung pada kualitas tanahnya
dadap biasanya ditanam 1-4 tahun sebelum kopi akhir-akhir ini kayu hujan
atau gamal gliricidia sepium biasa digunakan sebagai pohon penopang
tanaman lada dan sengon paraserianthes sp sebagai tanaman penghasil kayu
cukup populer dalam budidaya kopi naungan kopi polikultur atau kopi
multistrata shade polyculture coffee atau multistrata shade coffee
sistem ini merupakan budidaya kopi yang lebih permanen di kebun kopi tua
sistem ini berkembang dari sistem budidaya kopi arabica ultée 1949
kopi ditanam di bawah pohon-pohon penaung seperti dadap erythrina
lithosperma lamtoro leucaena glauca dan sengon waktu itu masih disebut
albizzia falcata serta bercampur dengan beberapa tanaman lain yang
memberikan hasil seperti tanaman buah-buahan sayuran kacang-kacangan dan
tanaman obat-obatan penyiangan dan pemangkasan cabang dan pucuk
dilakukan secara rutin adakalanya dilakukan pemupukan – baik pupuk
kandang maupun pupuk kimia sistem ini sering dipraktekkan di kebun-kebun
dekat pemukiman sehingga merupakan sumber pasokan beberapa kebutuhan
rumah tangga di beberapa daerah sistem ini berorientasi pasar dan
produksi non- kopi dapat menggantikan kerugian petani pada saat harga
kopi anjlok 2 ngagung istilah lokal yang berarti melimpah dikaitkan
dengan hasil kopi istilah ngagung berlaku pada saat kebun kopi mengalami
produksi tertinggi sejak ditanam biasanya terjadi pada saat tanaman
kopi berumur antara 4-6 tahun
No comments:
Post a Comment