PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Kurikulum
berbasis kompetensi yang dikembangkan saat ini tetap menempatkan pendidikan
budi pekerti sebagai pendidikan yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain
dalam pembelajaran. Mengintegrasikan suatu muatan pembelajaran ternyata bukan
pekerjaan mudah bagi sebagian besar guru. Karenanya, diperlukan strategi
tertentu agar pembelajaran pendidikan budi pekerti berjalan efektif.
Secara konsepsional, pendidikan budi pekerti merupakan usaha sadar menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang. Di samping itu, pendidikan budi pekerti merupakan upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, dan perbaikan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, dan seimbang.
Secara operasional, pendidikan budi pekerti merupakan upaya membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangannya sebagai bekal bagi masa depannya. Tujuannya agar mereka memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk.
Secara konsepsional, pendidikan budi pekerti merupakan usaha sadar menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang. Di samping itu, pendidikan budi pekerti merupakan upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, dan perbaikan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, dan seimbang.
Secara operasional, pendidikan budi pekerti merupakan upaya membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangannya sebagai bekal bagi masa depannya. Tujuannya agar mereka memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk.
Dikhawatirkan,
dengan pengintegrasian yang tidak tepat, pendidikan budi pekerti dalam
pembelajaran akan mengalami pendangkalan makna, setidaknya pendangkalan konsep.
Bisa jadi pembelajaran budi pekerti menjadi tidak lebih sekadar pendidikan
etika atau sopan santun. Padahal, sesungguhnya etika atau sopan santun hanyalah
bagian dari pendidikan budi pekerti.
Dewasa ini, masyarakat sering menggunakan istilah etiket atau etika, yang diartikan sama dengan tata krama, unggah-ungguh, dan subasita. Ketiga istilah ini selalu dihubungkan dengan sikap dan perilaku sopan santun. Dalam konteks ini, etika dihubungkan dengan norma sopan santun, tata cara berperilaku, tata pergaulan, dan perilaku yang baik.
Pengintegrasian pendidikan budi pekerti dalam pembelajaran perlu diperjelas wujudnya. Di antaranya, hendaknya implementasi pendidikan budi pekerti bukan hanya pada ranah kognitif saja, melainkan harus berdampak positif terhadap ranah afektif dan psikomotorik yang berupa sikap dan perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
Dewasa ini, masyarakat sering menggunakan istilah etiket atau etika, yang diartikan sama dengan tata krama, unggah-ungguh, dan subasita. Ketiga istilah ini selalu dihubungkan dengan sikap dan perilaku sopan santun. Dalam konteks ini, etika dihubungkan dengan norma sopan santun, tata cara berperilaku, tata pergaulan, dan perilaku yang baik.
Pengintegrasian pendidikan budi pekerti dalam pembelajaran perlu diperjelas wujudnya. Di antaranya, hendaknya implementasi pendidikan budi pekerti bukan hanya pada ranah kognitif saja, melainkan harus berdampak positif terhadap ranah afektif dan psikomotorik yang berupa sikap dan perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
1.2 Rumusan
Maslah
1.
Apa saja
ruang lingkup materi dan substansi Pendidikan Budi Pekerti?
2.
Apa saja
unsur-unsur Pendidikan Budi Pekerti?
3.
Bagaimana
penanaman nilai Budi Pekerti pada jenjang pendidikan formal?
1.3 Tujuan Penulisan
1.
Untuk
mengetahui ruang lingkup materi dan substansi Pendidikan Budi Pekerti.
2.
Untuk
mengetahui unsur-unsur Pendidikan Budi Pekerti.
3.
Untuk
mengetahui nilai-nilai Budi Pekerti pada jenjang pendidikan formal.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ruang Lingkup Materi dan Substansi Pendidikan Budi
Pekerti
Secara etimologis, istilah budi pekerti, atau dalam bahasa Jawa disebut
budi pakerti, dimaknai sebagai budi berarti pikir, dan pakerti berarti
perbuatan. Dengan demikian, budi pakerti dapat diartikan sebagai perbuatan yang
dibimbing oleh pikiran; perbuatan yang merupakan realisasi dari isi pikiran;
atau perbuatan yang dikendalikan oleh pikiran.
Budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut
kebaikan dan keburukannya melalui ukuran norma agama, norma hukum, tata krama,
dan sopan santun, norma budaya/adat istiadat masyarakat. Pendidikan budi
pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud
dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta
didik. Budi pekerti luhur dapat menciptakan sikap sopan santun, suatu sikap dan
perbuatan menunjukkan hormat, takzim, tertib menurut adat yang baik yang
menunjukkan tingkah laku yang beradab.
Ruang lingkup
materi budi pekerti menurut Milan Rianto, (2001: 4-10) secara garis besar dapat
dikelompokkan dalam tiga hal nilai akhlak yaitu sebagai berikut.
1.
Akhlak
terhadap Tuhan Yang Maha Esa
1)
Tuhan
sebagai Pencipta
Manusia, hewan,
tumbuh-tumbuhan, dan semua benda yang ada di sekeliling kita adalah makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita harus percaya kepada Tuhan yang mencitakan
alamsemesta ini, artinya kita wajib mengakui dan meyakini bahwa Tuhan Yang Maha
Esa itu memeng ada.
Kita harus beriman dan
bertakwa kepada-Nya dengan yakin dan patuh serta taat dalam menjalankan segala
perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Semua agama mempunyai pengertian
tentang ketakwaan, secara umum takwa berarti taat melaksanakan penrintah dan
menjauhi segala larangan-Nya. Jadi kita harus ingat dan waspada serta hati-hati
jangan sampai melanggar perintah-Nya.
2)
Tuhan
sebagai Pemberi (pengasih, penyayang)
Tuhan Yang Maha Esa adalah
maha pemberi, pengasih, dan penyayang. Asalkan kita meyakini akan
keberadaannya, akan kekuasaan dan kebesarannya maka Tuhan akan memberikan
apapun yang kita minta. Dalam ajaran agama disebutkan “Mintalah kepada-Ku,
niscaya Aku akan memberinya”. Oleh karena itu, jangan kita merasa bosan untuk
berdoa dan memohon, jangan pula cepatmenyerah, tetapi harus tetap berusaha
dengan sekuat tenaga. Setiap akan melakukan suatu pekerjaan jangan lupa membaca
kalimat Tuhan “Bismillahirahmanirahhim” agar mendapatkan hasil yang baik,
memuaskan serta selamat. Setelah selesai sampaikan rasa syukur kita, misalnya
dengan mengucapkan “ Alhamdulillahirabilalamin”
3)
Tuhan
sebagai Pemberi Balasan (baik dan buruk)
Selain Tuhan Maha Pemberi,
juga akan selalu member balasan terhadap apa yang kita kerjakan di manapun dan
kapanpun. Jika kita berbuat baik, pasti Tuhan akan membalasnya dengan kebaikan
dan pahala yang berlipat ganda, tetapi sebaliknya jika berbuat buruk atau
jahat, Tuhan pun akan membalasnya dengan siksa dan dosa.
Menurut norma agama, jika
kita melanggar perintah Tuhan maka kita akan mendapatkan hukuman dari Tuhan
karena kita berdosa. Oleh karena itu, marilah kita berbuat baik dan beribadah
sesuai dengan ajaran agama kta masing-masing. Sikap ini sangat baik bagi
kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Keadaan kehidupan
bermasyarakat akan lebih baik apabila semua umat beragama melaksanakan ajaran
agamanya dengan penuh kesadaran, ketakwaan dan keikhlasan.
2.
Akhalak
terhadap Sesama Manusia
1)
Terhadap
Diri Sendiri
Setiap
manusia harus mempunyai jati diri. Dengan jati diri, seseorang mampu menghargai
dirinya sendiri, mengetahui kemampuannya, kelebihan dan kekurangan.
2)
Terhadap
Orangtua
Orang
tua adalah pribadi yang ditugasi Tuhan untuk melahirkan, membesarkan
memelihara, dan medidik. Maka sudah sepatutnya seorang anak menghormati dan
mencintai orangtua serta taat dan patuh kepadanya. Beberapa sikap dan yang
perlu kita perhatikan dan lakukan kepada orangtua adalah sebagai berikut.
(1)
Memohon
izin, member salam pada saat akan pergi dan pulang dari sekolah, lebih baik
lagi jika mencium tangannya.
(2)
Memberitahukan
jika kita akan pergi ke suatu tempat dan berapa lamanya.
(3)
Gunakan
dan peliharalah perabot atau barang-barang yang ada di rumah kita.
(4)
Tidak
meminta uang yang berlebihan dan jangan bersifat boros.
(5)
Membantu
pekerjaan yang ada di rumah, misalnya membersihkan rumah, memasak dan mengurus
tanaman.
3)
Terhadap
orang yang lebih tua
Bersikaplah
hormat, menghargai, dan mintalah saran, pendapat, petunjuk, dan bimbingannya.
Karena orang yang lebih tua dari kita, pengetahuan, pengalaman, dan
kemampuannya lebih dari kita. Di manapun kita berjumpa berikan salam dan
datanglah ke tempat orang yang lebih tua dari kita. Jika kita mempunyai saran
dan pendapat maka sampaikanlah dengan tenang, tertib, dan tidak menyinggung
perasaannya.
4)
Terhadap
Sesama
Melakukan
tata karma dengan teman sebaya memeng agak sulit karena mereka merupakan teman
sederajat dan sehari-hari berjumpa dengan kita sehingga sering lupa
memperlakukan mereka menurut tata cara dan sopan santun yang baik. Sikap yang
perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:
(1)
Menyapa
jika bertemu
(2)
Tidak
mengolok-olok sampai melewati batas
(3)
Tidak
berprasangka buruk
(4)
Tidak
menyinggung perasaannya
(5)
Tidak
memfitnah tanpa bukti
(6)
Selalu
menjaga nama baiknya
(7)
Menolongnya
jika mendapat kesulitan
Selain itu kita pun harus
bergaul dengan semua teman tanpa memandang asal-usul keturunan, suku bangsa,
agama,, maupun status sosial.
5)
Terhadap
orang lain yang lebih muda
Janganlah
karena lebih tua lalu kita seenaknya saja memperlakukan teman yang lebih muda.
Justru kita yang lebih tua seharusnya melindungi, menjaga, dan membimbingnya.
Berilah mereka petunjuk, nasehat atau saran/pendapat yang baik sehingga akan
berguna bagi kehidupannya yang akan datang. Perangi kita yang buruk dan
janganlah diperlihatkan sifat-sifat/ perilaku buruk kepada orang yang lebih
muda dari kita, sebab khawatir mereka mencontoh perilaku tersebut.
3.
Akhlak
terhadap Lingkungan
a.
Alam
(1)
Flora
Manusia tidak mungkin
bertahan hidup tanpa adanya dukungan lingkungan alam yang sesuai, serasi
seperti yang dibutuhkan. Untuk itulah kita harus mematuhi aturan dan norma demi
menjaga kelestarian dan keserasian hubungan antara menusia dengan alam sekitarnya.
Tumbuh-tumbuhan (flora) sangat berguna bagi kehidupan manusia, misalnya
sayur-sayuran, buah-buahan, dan padi.
Bahkan tidak sedikit
tumbuh-tunbuhan yang dapat digunakan untuk obat. Hutan harus dapat dilestarikan
sebab dari hutanpun banyak hasil yang didapatkan misalnya kayu, rotan, dan
lain-lain. Tidak sedikit pula perkebunan menghasilkan kemakmuran dan
kesejahteraan penduduk, misalnya perkebunan teh, kopi, kelapa sawit, cokelat,
dan lain-lain.
(2)
Fauna
Bumi Indonesia dikaruniai
Tuhan berbagai fauna. Hal ini memperkaya keindahan dan kemakmuran penduduk .
Hewan-hewan ada yang dipelihara, diternakkan, ada juga yang masih liar.
Peternakan yang banyak menghasilkan dan menguntungkan misalnya sapi, kerbau,
kambing.
b.
Sosial-Masyarakat-Kelompok
Manusia
sebagai makhluk sosial tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain.
Bagaimanapun keadaannya atau kemampuannya pasti memerlukan bantuan orang lain.
Hubungan antara manusia dengan manusia dalam masyarakat ataupun kelompok harus
selaras, serasi dan seimbang. Kita harus saling menghormati, menghargai, dan
tolong-menolong untuk mencapai kebaikan.
2.2 Unsur-unsur Pendidikan Budi Pekerti
Penekanan
pendidikan budi pekerti dan pengetahuan di sekolah harus diseimbangkan, yaitu
lebih menekankan pada kebutuhan dan aspek perkembangan manusia. Untuk membantu
melihat hal tersebut kiranya perlu dilihat perkembangan kognitif, dan
perkembangan moral. Dengan melihat tahapan-tahapan perkembangan moral dan
perkembangan kognitif, bisa dilihat keseimbangan penekanan pendidikan budi
pekerti dan pengetahuan. Pendidikan dasar harus ditekankan dan diprioritaskan
pada penanaman nilai dibandingkan dengan pengajaran.
Nilai-nilai
dasar seperti penghargaan terhadap orang lain, religiusitas, sosialitas,
gender, keadilan, demokrasi, kejujuran, kemandirian, daya juang, tanggung
jawab, penghargaan terhadap lingkungan, harus diberikan sesuai dengan tingkat
pemahaman anak.
Semakin tinggi
tingkat pendidikan formal pengajaran akademik, semakin besar porsinya, pada
taraf pendidikan rendah, nilai-nilai dasar dikenalkan, dan proses penanamannya
diulang terus-menerus sampai ke jenjang sekolah menengah. Tahap demi tahap
ditingkatan dan harus mampu mengantar anak pada proses kesadaran penghayatan dan
pembentukan nilai hidup. Semakin banyak guru memperkenalkan nilai-nilai (value) dan kesadaran ilmiahnya tinggi,
maka akan semakin yakin bahwa apa yang dianut dan diyakini guru adalah sesuatu
yang baik, berharga, dan pantas selalu diperjuangkan. Nilai-nilai tersebut baik
berupa nilai kehidupan maupun nilai-nilai yang bersifat akademis (ilmiah).
Selain memerhatikan perkembangan kognitif anak, perlu juga diperhatikan segi
empati dan kecerdasan emosional anak. Secara terperinci keempat unsur tersebut
yaitu, perkembangan kognitif anak, perkembangan moral anak, empati dan
kecerdasan emosional.
1.
Perkembangan
Kognitif Piaget
Piaget membagi perkembangan
kognitif seseorang dalam empat tahap, yaitu sensori motor, praoperasional,
operasional konkret, dan operasional formal.
Secara sederhana dalam
perkembangan tahap pemikiran dapat dilihat beberapa hal yang dapat memengaruhi
pendidikan nilai yaitu;
1)
Perkembangan
anak dari tahap meniru, dan reflex, ke berbuat sendiri secara sadar.
2)
Perkembangan
dari pemikiran konkret ke abstrak.
3)
Perkembangan
dari pemikiran egosentris ke sosial.
2.
Taraf
Perkembangan Moral Kohlberg
Lawrence Kohlberg seorang
pakar dan praktisi dalam pendidikan moral mendasarkan pandangannya dari
penelitian yang dilakukan bertahap terhadap sekelompok anak selama 12 tahun.
Dari penelitian itu dapat dikatakan secara singkat bahwa perkembangan moral
manusia terjadi dalam tahapan yang bergerak maju dan tarafnya semakin tinggi.
Kohlberg membagi perkembangan moral seseoarang dalam tiga tingkat, yaitu
tingkat prakonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat pasca konvensional.
3.
Empati
Empati adalah kemampuan
untuk mengetahui dan dapat merasakan keadaan yang dialami orang lain. Dasar
empati adalah kesadaran. Pemahaman ini
penting sebagai bagian dalam prosese penanaman nilai hidup. Dengan berempati
orang mampu menyelami dan memahami perasaan orang lain meski bukan berarti
menyetujui. Untuk sampai pada kemempuan berempati orang harus mempunyai
kesadaran dan pemahaman akan perasaannya sendiri terlebih dahulu.
Relasi antarpribadi menjadi
lebih baik karena adanya penghayatan akan perasaan orang lain. Empati akan
menggerakkan seseorang sehingga terlibat secara emosional tanpa meninggalkan
unsur rasional dari nilai-nilai hidup.
4.
Kecerdasan
Emosional
Kecerdasan Emosional (emotional quotient) adalah gabungan
kemampuan emosional dan sosial. Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional
akan mampu menghadapi masalah yang terjadi dalam kehidupan karena biasanya
orang yang mempunyai kecerdasan emosional mempunyai kesadaran akan emosinya.
Mampu menumbuhkan motivasi
dalam dirinya karena selalu tergerak melakukan aktivitas dengan baik dan ingin
mencapai tujuan yang diinginkannya, serta dapat mengungkapkan perasaan dengan
baik dan control dirinya sangat kuat.
2.3 Penanaman Nilai Budi Pekerti pada Jenjang
Pendidikan Formal
Budi pekerti
adalah nilai-nilai hidup manusia yang sungguh sungguh dilaksanakan bukan karena
sekedar kebiasaan, tetapi berdasar pemahaman dan kesadaran diri untuk menjadi
baik. Nilai-nilai yang disadari dan dilaksanakan sebagai budi pekerti hanya
dapat diperoleh melalui proses yang berjalan sepanjang hidup manusia. Budi
pekerti didapat melalui proses internalisasi dari apa yang ia ketahui, yang
membutuhkan waktu sehingga terbentuklah pekerti yang baik dalam kehidupan umat
manusia.
Mengingat bahwa penanaman
sikap dan nilai hidup merupakan proses, maka hal ini dapat diberikan melalui
pendidikan formal yang direncanakan dan dirancang secara matang. Direncanakan
dan dirancang tentang nilai-nilai yang akan diperkenalkan, metode dan kegiatan
yang dapat digunakan untuk menawarkan dan menanamkan nilai-nilai tersebut.
Nilai-nilai yang ditawarkan dan ditanamkan kepada siswa harus dilaksanakan
secara bertahap sesuai dengan tugas perkembangan kejiwaan anak.
Pada tahap awal
proses penanaman nilai, anak diperkenalkan pada tatanan hidup bersama. Tatanan
hidup dalam masyarakat tidak selalu seiring dengan tatanan yang ada dalam
keluarga. Pada tahap awal, anak diperkenalkan pada penalarannya, tahap demi
tahap. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak, maka semakin mendalam unsure
pemahaman, argumentasi, dan penalarannya. Nilai-nilai hidup yang diperkenalkan
dan ditanamkan ini merupakan realitas yang ada dalam masyarakat kita.
Berikut beberapa
nilai yang dapat dipilih dan ditawarkan kepada anak melalui jenjang pendidikan
formal. Nilai-nilai yang ditawarkan ini dipertimbangkan berdasarkan pemahaman
akan kebutuhan dan permasalahan yang ada dalam masyarakat dewasa ini.
a)
Kebutuhan
akan adanya nilai dan isu persatuan untuk menjawab kecenderungan perpecahan.
b)
Nilai
dan isu gender merupakan kebutuhan untuk menghargai perempuan sebagai makhluk
dan bagian masyarakat yang setara dengan laki-laki.
c)
Nilai
dan iisu lingkungan hidup untuk menjawab kebutuhan menghargai, menjaga,
mencintai, dan mengembangkan lingkungan alam yang cenderung dieksploitasi tanpa
memerhatikan keseimbangan untuk hidup.
d)
Keprihatinan
akan kebenaran dan keadilan yang tampak masih jauh dari harapan kehidupan
masyarakat. Hal ini bukan berarti hanya inilah yang termasuk nilai hidup,
tetapi dari semua yang ditawarkan masih terbuka untuk nilai-nilai yang lain.
Nilai-nilai hidup yang ditawarkan menurut Paul Suparno, dkk., (2002:63-93)
adalah sebagai berikut.
1)
Religiusitas
a.
Menyukuri
hidup dan percaya kepada Tuhan.
b.
Sikap
toleran.
c.
Mendalami
ajaran agama.
2)
Sosialitas
a.
Penghargaan
akan tatanan hidup bersama secara positif.
b.
Solidaritas
yang benar dan baik.
c.
Persahabatan
sejati.
d.
Berorganisasi
dengan baik dan benar.
e.
Membuat
acara yang sehat dan berguna.
3)
Gender
a.
Penghargaan
terhadap perempuan.
b.
Kesempatan
beraktivitas yang lebih luas bagi perempuan.
c.
Menghargai
kepemimpinan perempuan.
4)
Keadilan
a.
Penghargaan
sejati dan orang lain secara mendasar.
b.
Menggunakan
hak dan melaksanakan kewajiban secara benar dan seimbang.
c.
Keadilan
berdasarkan hati nurani.
5)
Demokrasi
a.
Menghargai
dan menerima perbedaan dalam hidup bersama dengan saling menghormati.
b.
Berani
menerima realita kemenangan maupun kekalahan.
6)
Kejujuran
a.
Menyatakan
kebenaran sebagai penghormatan pada sesama.
7)
Kemandirian
a.
Keberanian
untuk mengambil keputusan secara jernih dan benar dalam kebersamaan.
b.
Mengenal
kemampuan diri.
c.
Membangun
kepercayaan diri.
d.
Menerima
keunikan diri.
8)
Daya
juang
a.
Memupuk
kemauan untuk mencapai tujuan.
b.
Bersikap
tidak mudah menyerah.
9)
Tanggung
jawab
a.
Berani
menghadapi konsekuensi dari pilihan hidup.
b.
Mengembangkan
keseimbangan antara hak dan kewajiban.
c.
Mengembangkan
hidup bersama secara positif.
10) Penghargaan
terhadap lingkungan alam
a.
Menggunakan
alam sesuai dengan kebutuhan secara wajar dan seimbang.
b.
Mencintai
kehidupan.
c.
Mengenali
lingkungan alam dan penerapannya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Penanaman
nilai-nilai kehidupan untuk membentuk budi pekerti yang baik dalam kehidupan
manusia dapat dilakukan melalui jenjang pendidikan formal. Wahana untuk
menanamkan nilai dalam pendidikan formal dapat dilakukan melalui berbagai
bidang studi, baik secara integrated
maupun secara separated, tidak selalu
menjadi beban dan dilaksanakan oleh Pendidikan Agama dan PKn. Setiap bidang
studi dapat berperan dalam proses penanaman nilai untuk membentuk budi pekerti
yang baik tersebut. Selain itu kegiatan di luar bidang studi seperti kegiatan
ekstrakulikuler (ekskul) juga terbuka untuk proses penanaman nilai.
Pembentukan dan
penanaman nilai-nilai kehidupan dalam kegiatan pembelajaran, dituntut untuk
keterlibatan dan kerja sama dari semua pihak. Khususnya bagi seorang guru atau
pendidik untuk proses pladanan. Keteladanan dalam konsistensi berpikir dan
bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan ini bukan berarti seorang guru
atau harus menjadi malaikat atau manusia yang sempurna, melainkan manusia yang
mempunyai sikap yang konsisten dalam sikap hidupnya, artinya terbuka untuk
perbaikan, terbuka untuk menerima kritik dan masukan. Keteladanan untuk mau
berkembang.
3.2 Saran
Berkaitan dengan
isi dari nilai-nilai yang akan ditanamkan, seorang guru yang sekaligus berperan
sebagai pendidik dituntut untuk kreatif. Kreatif menemukan kemungkinan untuk
menawarkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Kreatif dan berinisiatif untuk
tekun mengelola perkembangan dan tuntutan yang ada tanpa meninggalkan inti
ajaran hidup. Hal ini berarti juga bahwa seorang guru harus terus-menerus
belajar tentang makna hidup itu sendiri.
Tambahkan komentar