Monday, 30 March 2015

Pendidikan Budi Pekerti




BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang Masalah

Kurikulum berbasis kompetensi yang dikembangkan saat ini tetap menempatkan pendidikan budi pekerti sebagai pendidikan yang terintegrasi dengan mata pelajaran lain dalam pembelajaran. Mengintegrasikan suatu muatan pembelajaran ternyata bukan pekerjaan mudah bagi sebagian besar guru. Karenanya, diperlukan strategi tertentu agar pembelajaran pendidikan budi pekerti berjalan efektif.

Secara konsepsional, pendidikan budi pekerti merupakan usaha  sadar menyiapkan peserta didik menjadi manusia seutuhnya yang berbudi pekerti luhur dalam segenap peranannya sekarang dan masa yang akan datang. Di samping itu, pendidikan budi pekerti merupakan upaya pembentukan, pengembangan, peningkatan, pemeliharaan, dan perbaikan perilaku peserta didik agar mereka mau dan mampu melaksanakan tugas-tugas hidupnya secara selaras, serasi, dan seimbang.

Secara operasional, pendidikan budi pekerti merupakan  upaya membekali peserta didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan selama pertumbuhan dan perkembangannya sebagai bekal bagi masa depannya. Tujuannya agar mereka memiliki hati nurani yang bersih, berperangai baik, serta menjaga kesusilaan dalam melaksanakan kewajiban terhadap Tuhan dan terhadap sesama makhluk. 

Dikhawatirkan, dengan pengintegrasian yang tidak tepat, pendidikan budi pekerti dalam pembelajaran akan mengalami pendangkalan makna, setidaknya pendangkalan konsep. Bisa jadi pembelajaran budi pekerti menjadi tidak lebih sekadar pendidikan etika atau sopan santun. Padahal, sesungguhnya etika atau sopan santun hanyalah bagian dari pendidikan budi pekerti.
Dewasa ini, masyarakat sering menggunakan istilah etiket atau etika, yang diartikan sama dengan tata krama, unggah-ungguh, dan subasita. Ketiga istilah ini selalu dihubungkan dengan sikap dan perilaku sopan santun. Dalam konteks ini, etika dihubungkan dengan norma sopan santun, tata cara berperilaku, tata pergaulan, dan perilaku yang baik. 

Pengintegrasian pendidikan budi pekerti dalam pembelajaran perlu diperjelas wujudnya. Di antaranya, hendaknya implementasi pendidikan budi pekerti bukan hanya pada ranah kognitif saja, melainkan harus berdampak positif terhadap ranah afektif dan psikomotorik yang berupa sikap dan perilaku peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.

1.2  Rumusan Maslah
1.      Apa saja ruang lingkup materi dan substansi Pendidikan Budi Pekerti?
2.      Apa saja unsur-unsur Pendidikan Budi Pekerti?
3.      Bagaimana penanaman nilai Budi Pekerti pada jenjang pendidikan formal?

1.3  Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui ruang lingkup materi dan substansi Pendidikan Budi Pekerti.
2.      Untuk mengetahui unsur-unsur Pendidikan Budi Pekerti.
3.      Untuk mengetahui nilai-nilai Budi Pekerti pada jenjang pendidikan formal.










BAB II
PEMBAHASAN


2.1 Ruang Lingkup Materi dan Substansi Pendidikan Budi Pekerti

Secara etimologis, istilah budi pekerti, atau dalam bahasa Jawa disebut budi pakerti, dimaknai sebagai budi berarti pikir, dan pakerti berarti perbuatan. Dengan demikian, budi pakerti dapat diartikan sebagai perbuatan yang dibimbing oleh pikiran; perbuatan yang merupakan realisasi dari isi pikiran; atau perbuatan yang dikendalikan oleh pikiran.

Budi pekerti berisi nilai-nilai perilaku manusia yang akan diukur menurut kebaikan dan keburukannya melalui ukuran norma agama, norma hukum, tata krama, dan sopan santun, norma budaya/adat istiadat masyarakat. Pendidikan budi pekerti akan mengidentifikasi perilaku positif yang diharapkan dapat terwujud dalam perbuatan, perkataan, pikiran, sikap, perasaan, dan kepribadian peserta didik. Budi pekerti luhur dapat menciptakan sikap sopan santun, suatu sikap dan perbuatan menunjukkan hormat, takzim, tertib menurut adat yang baik yang menunjukkan tingkah laku yang beradab.

Ruang lingkup materi budi pekerti menurut Milan Rianto, (2001: 4-10) secara garis besar dapat dikelompokkan dalam tiga hal nilai akhlak yaitu sebagai berikut.
1.      Akhlak terhadap Tuhan Yang Maha Esa
1)      Tuhan sebagai Pencipta
Manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, dan semua benda yang ada di sekeliling kita adalah makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Kita harus percaya kepada Tuhan yang mencitakan alamsemesta ini, artinya kita wajib mengakui dan meyakini bahwa Tuhan Yang Maha Esa itu memeng ada.
Kita harus beriman dan bertakwa kepada-Nya dengan yakin dan patuh serta taat dalam menjalankan segala perintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Semua agama mempunyai pengertian tentang ketakwaan, secara umum takwa berarti taat melaksanakan penrintah dan menjauhi segala larangan-Nya. Jadi kita harus ingat dan waspada serta hati-hati jangan sampai melanggar perintah-Nya.
2)      Tuhan sebagai Pemberi (pengasih, penyayang)
Tuhan Yang Maha Esa adalah maha pemberi, pengasih, dan penyayang. Asalkan kita meyakini akan keberadaannya, akan kekuasaan dan kebesarannya maka Tuhan akan memberikan apapun yang kita minta. Dalam ajaran agama disebutkan “Mintalah kepada-Ku, niscaya Aku akan memberinya”. Oleh karena itu, jangan kita merasa bosan untuk berdoa dan memohon, jangan pula cepatmenyerah, tetapi harus tetap berusaha dengan sekuat tenaga. Setiap akan melakukan suatu pekerjaan jangan lupa membaca kalimat Tuhan “Bismillahirahmanirahhim” agar mendapatkan hasil yang baik, memuaskan serta selamat. Setelah selesai sampaikan rasa syukur kita, misalnya dengan mengucapkan “ Alhamdulillahirabilalamin”
3)      Tuhan sebagai Pemberi Balasan (baik dan buruk)
Selain Tuhan Maha Pemberi, juga akan selalu member balasan terhadap apa yang kita kerjakan di manapun dan kapanpun. Jika kita berbuat baik, pasti Tuhan akan membalasnya dengan kebaikan dan pahala yang berlipat ganda, tetapi sebaliknya jika berbuat buruk atau jahat, Tuhan pun akan membalasnya dengan siksa dan dosa.
Menurut norma agama, jika kita melanggar perintah Tuhan maka kita akan mendapatkan hukuman dari Tuhan karena kita berdosa. Oleh karena itu, marilah kita berbuat baik dan beribadah sesuai dengan ajaran agama kta masing-masing. Sikap ini sangat baik bagi kehidupan masyarakat, berbangsa dan bernegara.
Keadaan kehidupan bermasyarakat akan lebih baik apabila semua umat beragama melaksanakan ajaran agamanya dengan penuh kesadaran, ketakwaan dan keikhlasan.

2.      Akhalak terhadap Sesama Manusia
1)      Terhadap Diri Sendiri
Setiap manusia harus mempunyai jati diri. Dengan jati diri, seseorang mampu menghargai dirinya sendiri, mengetahui kemampuannya, kelebihan dan kekurangan.
2)      Terhadap Orangtua
Orang tua adalah pribadi yang ditugasi Tuhan untuk melahirkan, membesarkan memelihara, dan medidik. Maka sudah sepatutnya seorang anak menghormati dan mencintai orangtua serta taat dan patuh kepadanya. Beberapa sikap dan yang perlu kita perhatikan dan lakukan kepada orangtua adalah sebagai berikut.
(1)   Memohon izin, member salam pada saat akan pergi dan pulang dari sekolah, lebih baik lagi jika mencium tangannya.
(2)   Memberitahukan jika kita akan pergi ke suatu tempat dan berapa lamanya.
(3)   Gunakan dan peliharalah perabot atau barang-barang yang ada di rumah kita.
(4)   Tidak meminta uang yang berlebihan dan jangan bersifat boros.
(5)   Membantu pekerjaan yang ada di rumah, misalnya membersihkan rumah, memasak dan mengurus tanaman.
3)      Terhadap orang yang lebih tua
Bersikaplah hormat, menghargai, dan mintalah saran, pendapat, petunjuk, dan bimbingannya. Karena orang yang lebih tua dari kita, pengetahuan, pengalaman, dan kemampuannya lebih dari kita. Di manapun kita berjumpa berikan salam dan datanglah ke tempat orang yang lebih tua dari kita. Jika kita mempunyai saran dan pendapat maka sampaikanlah dengan tenang, tertib, dan tidak menyinggung perasaannya.

4)      Terhadap Sesama
Melakukan tata karma dengan teman sebaya memeng agak sulit karena mereka merupakan teman sederajat dan sehari-hari berjumpa dengan kita sehingga sering lupa memperlakukan mereka menurut tata cara dan sopan santun yang baik. Sikap yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut:
(1)   Menyapa jika bertemu
(2)   Tidak mengolok-olok sampai melewati batas
(3)   Tidak berprasangka buruk
(4)   Tidak menyinggung perasaannya
(5)   Tidak memfitnah tanpa bukti
(6)   Selalu menjaga nama baiknya
(7)   Menolongnya jika mendapat kesulitan
Selain itu kita pun harus bergaul dengan semua teman tanpa memandang asal-usul keturunan, suku bangsa, agama,, maupun status sosial.
5)      Terhadap orang lain yang lebih muda
Janganlah karena lebih tua lalu kita seenaknya saja memperlakukan teman yang lebih muda. Justru kita yang lebih tua seharusnya melindungi, menjaga, dan membimbingnya. Berilah mereka petunjuk, nasehat atau saran/pendapat yang baik sehingga akan berguna bagi kehidupannya yang akan datang. Perangi kita yang buruk dan janganlah diperlihatkan sifat-sifat/ perilaku buruk kepada orang yang lebih muda dari kita, sebab khawatir mereka mencontoh perilaku tersebut.

3.      Akhlak terhadap Lingkungan
a.       Alam
(1)   Flora
Manusia tidak mungkin bertahan hidup tanpa adanya dukungan lingkungan alam yang sesuai, serasi seperti yang dibutuhkan. Untuk itulah kita harus mematuhi aturan dan norma demi menjaga kelestarian dan keserasian hubungan antara menusia dengan alam sekitarnya. Tumbuh-tumbuhan (flora) sangat berguna bagi kehidupan manusia, misalnya sayur-sayuran, buah-buahan, dan padi.
Bahkan tidak sedikit tumbuh-tunbuhan yang dapat digunakan untuk obat. Hutan harus dapat dilestarikan sebab dari hutanpun banyak hasil yang didapatkan misalnya kayu, rotan, dan lain-lain. Tidak sedikit pula perkebunan menghasilkan kemakmuran dan kesejahteraan penduduk, misalnya perkebunan teh, kopi, kelapa sawit, cokelat, dan lain-lain.
(2)   Fauna
Bumi Indonesia dikaruniai Tuhan berbagai fauna. Hal ini memperkaya keindahan dan kemakmuran penduduk . Hewan-hewan ada yang dipelihara, diternakkan, ada juga yang masih liar. Peternakan yang banyak menghasilkan dan menguntungkan misalnya sapi, kerbau, kambing.
b.      Sosial-Masyarakat-Kelompok
Manusia sebagai makhluk sosial tidak akan bisa hidup tanpa bantuan orang lain. Bagaimanapun keadaannya atau kemampuannya pasti memerlukan bantuan orang lain. Hubungan antara manusia dengan manusia dalam masyarakat ataupun kelompok harus selaras, serasi dan seimbang. Kita harus saling menghormati, menghargai, dan tolong-menolong untuk mencapai kebaikan.


2.2 Unsur-unsur Pendidikan Budi Pekerti

Penekanan pendidikan budi pekerti dan pengetahuan di sekolah harus diseimbangkan, yaitu lebih menekankan pada kebutuhan dan aspek perkembangan manusia. Untuk membantu melihat hal tersebut kiranya perlu dilihat perkembangan kognitif, dan perkembangan moral. Dengan melihat tahapan-tahapan perkembangan moral dan perkembangan kognitif, bisa dilihat keseimbangan penekanan pendidikan budi pekerti dan pengetahuan. Pendidikan dasar harus ditekankan dan diprioritaskan pada penanaman nilai dibandingkan dengan pengajaran.
Nilai-nilai dasar seperti penghargaan terhadap orang lain, religiusitas, sosialitas, gender, keadilan, demokrasi, kejujuran, kemandirian, daya juang, tanggung jawab, penghargaan terhadap lingkungan, harus diberikan sesuai dengan tingkat pemahaman anak.

Semakin tinggi tingkat pendidikan formal pengajaran akademik, semakin besar porsinya, pada taraf pendidikan rendah, nilai-nilai dasar dikenalkan, dan proses penanamannya diulang terus-menerus sampai ke jenjang sekolah menengah. Tahap demi tahap ditingkatan dan harus mampu mengantar anak pada proses kesadaran penghayatan dan pembentukan nilai hidup. Semakin banyak guru memperkenalkan nilai-nilai (value) dan kesadaran ilmiahnya tinggi, maka akan semakin yakin bahwa apa yang dianut dan diyakini guru adalah sesuatu yang baik, berharga, dan pantas selalu diperjuangkan. Nilai-nilai tersebut baik berupa nilai kehidupan maupun nilai-nilai yang bersifat akademis (ilmiah). Selain memerhatikan perkembangan kognitif anak, perlu juga diperhatikan segi empati dan kecerdasan emosional anak. Secara terperinci keempat unsur tersebut yaitu, perkembangan kognitif anak, perkembangan moral anak, empati dan kecerdasan emosional.

1.      Perkembangan Kognitif Piaget
Piaget membagi perkembangan kognitif seseorang dalam empat tahap, yaitu sensori motor, praoperasional, operasional konkret, dan operasional formal.
Secara sederhana dalam perkembangan tahap pemikiran dapat dilihat beberapa hal yang dapat memengaruhi pendidikan nilai yaitu;
1)      Perkembangan anak dari tahap meniru, dan reflex, ke berbuat sendiri secara sadar.
2)      Perkembangan dari pemikiran konkret ke abstrak.
3)      Perkembangan dari pemikiran egosentris ke sosial.



2.      Taraf Perkembangan Moral Kohlberg
Lawrence Kohlberg seorang pakar dan praktisi dalam pendidikan moral mendasarkan pandangannya dari penelitian yang dilakukan bertahap terhadap sekelompok anak selama 12 tahun. Dari penelitian itu dapat dikatakan secara singkat bahwa perkembangan moral manusia terjadi dalam tahapan yang bergerak maju dan tarafnya semakin tinggi. Kohlberg membagi perkembangan moral seseoarang dalam tiga tingkat, yaitu tingkat prakonvensional, tingkat konvensional, dan tingkat pasca konvensional.

3.      Empati
Empati adalah kemampuan untuk mengetahui dan dapat merasakan keadaan yang dialami orang lain. Dasar empati adalah kesadaran.  Pemahaman ini penting sebagai bagian dalam prosese penanaman nilai hidup. Dengan berempati orang mampu menyelami dan memahami perasaan orang lain meski bukan berarti menyetujui. Untuk sampai pada kemempuan berempati orang harus mempunyai kesadaran dan pemahaman akan perasaannya sendiri terlebih dahulu.
Relasi antarpribadi menjadi lebih baik karena adanya penghayatan akan perasaan orang lain. Empati akan menggerakkan seseorang sehingga terlibat secara emosional tanpa meninggalkan unsur rasional dari nilai-nilai hidup.

4.      Kecerdasan Emosional
Kecerdasan Emosional (emotional quotient) adalah gabungan kemampuan emosional dan sosial. Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional akan mampu menghadapi masalah yang terjadi dalam kehidupan karena biasanya orang yang mempunyai kecerdasan emosional mempunyai kesadaran akan emosinya.


Mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya karena selalu tergerak melakukan aktivitas dengan baik dan ingin mencapai tujuan yang diinginkannya, serta dapat mengungkapkan perasaan dengan baik dan control dirinya sangat kuat.

2.3 Penanaman Nilai Budi Pekerti pada Jenjang Pendidikan Formal

Budi pekerti adalah nilai-nilai hidup manusia yang sungguh sungguh dilaksanakan bukan karena sekedar kebiasaan, tetapi berdasar pemahaman dan kesadaran diri untuk menjadi baik. Nilai-nilai yang disadari dan dilaksanakan sebagai budi pekerti hanya dapat diperoleh melalui proses yang berjalan sepanjang hidup manusia. Budi pekerti didapat melalui proses internalisasi dari apa yang ia ketahui, yang membutuhkan waktu sehingga terbentuklah pekerti yang baik dalam kehidupan umat manusia.

Mengingat bahwa penanaman sikap dan nilai hidup merupakan proses, maka hal ini dapat diberikan melalui pendidikan formal yang direncanakan dan dirancang secara matang. Direncanakan dan dirancang tentang nilai-nilai yang akan diperkenalkan, metode dan kegiatan yang dapat digunakan untuk menawarkan dan menanamkan nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai yang ditawarkan dan ditanamkan kepada siswa harus dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan tugas perkembangan kejiwaan anak.

Pada tahap awal proses penanaman nilai, anak diperkenalkan pada tatanan hidup bersama. Tatanan hidup dalam masyarakat tidak selalu seiring dengan tatanan yang ada dalam keluarga. Pada tahap awal, anak diperkenalkan pada penalarannya, tahap demi tahap. Semakin tinggi tingkat pendidikan anak, maka semakin mendalam unsure pemahaman, argumentasi, dan penalarannya. Nilai-nilai hidup yang diperkenalkan dan ditanamkan ini merupakan realitas yang ada dalam masyarakat kita.

Berikut beberapa nilai yang dapat dipilih dan ditawarkan kepada anak melalui jenjang pendidikan formal. Nilai-nilai yang ditawarkan ini dipertimbangkan berdasarkan pemahaman akan kebutuhan dan permasalahan yang ada dalam masyarakat dewasa ini.
a)      Kebutuhan akan adanya nilai dan isu persatuan untuk menjawab kecenderungan perpecahan.
b)      Nilai dan isu gender merupakan kebutuhan untuk menghargai perempuan sebagai makhluk dan bagian masyarakat yang setara dengan laki-laki.
c)      Nilai dan iisu lingkungan hidup untuk menjawab kebutuhan menghargai, menjaga, mencintai, dan mengembangkan lingkungan alam yang cenderung dieksploitasi tanpa memerhatikan keseimbangan untuk hidup.
d)     Keprihatinan akan kebenaran dan keadilan yang tampak masih jauh dari harapan kehidupan masyarakat. Hal ini bukan berarti hanya inilah yang termasuk nilai hidup, tetapi dari semua yang ditawarkan masih terbuka untuk nilai-nilai yang lain. Nilai-nilai hidup yang ditawarkan menurut Paul Suparno, dkk., (2002:63-93) adalah sebagai berikut.
1)      Religiusitas
a.       Menyukuri hidup dan percaya kepada Tuhan.
b.      Sikap toleran.
c.       Mendalami ajaran agama.
2)      Sosialitas
a.       Penghargaan akan tatanan hidup bersama secara positif.
b.      Solidaritas yang benar dan baik.
c.       Persahabatan sejati.
d.      Berorganisasi dengan baik dan benar.
e.       Membuat acara yang sehat dan berguna.
3)      Gender
a.       Penghargaan terhadap perempuan.
b.      Kesempatan beraktivitas yang lebih luas bagi perempuan.
c.       Menghargai kepemimpinan perempuan.


4)      Keadilan
a.       Penghargaan sejati dan orang lain secara mendasar.
b.      Menggunakan hak dan melaksanakan kewajiban secara benar dan seimbang.
c.       Keadilan berdasarkan hati nurani.
5)      Demokrasi
a.       Menghargai dan menerima perbedaan dalam hidup bersama dengan saling menghormati.
b.      Berani menerima realita kemenangan maupun kekalahan.
6)      Kejujuran
a.       Menyatakan kebenaran sebagai penghormatan pada sesama.
7)      Kemandirian
a.       Keberanian untuk mengambil keputusan secara jernih dan benar dalam kebersamaan.
b.      Mengenal kemampuan diri.
c.       Membangun kepercayaan diri.
d.      Menerima keunikan diri.
8)      Daya juang
a.       Memupuk kemauan untuk mencapai tujuan.
b.      Bersikap tidak mudah menyerah.
9)      Tanggung jawab
a.       Berani menghadapi konsekuensi dari pilihan hidup.
b.      Mengembangkan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
c.       Mengembangkan hidup bersama secara positif.
10)   Penghargaan terhadap lingkungan alam
a.       Menggunakan alam sesuai dengan kebutuhan secara wajar dan seimbang.
b.      Mencintai kehidupan.
c.       Mengenali lingkungan alam dan penerapannya.



BAB III
PENUTUP


3.1 Simpulan

Penanaman nilai-nilai kehidupan untuk membentuk budi pekerti yang baik dalam kehidupan manusia dapat dilakukan melalui jenjang pendidikan formal. Wahana untuk menanamkan nilai dalam pendidikan formal dapat dilakukan melalui berbagai bidang studi, baik secara integrated maupun secara separated, tidak selalu menjadi beban dan dilaksanakan oleh Pendidikan Agama dan PKn. Setiap bidang studi dapat berperan dalam proses penanaman nilai untuk membentuk budi pekerti yang baik tersebut. Selain itu kegiatan di luar bidang studi seperti kegiatan ekstrakulikuler (ekskul) juga terbuka untuk proses penanaman nilai.

Pembentukan dan penanaman nilai-nilai kehidupan dalam kegiatan pembelajaran, dituntut untuk keterlibatan dan kerja sama dari semua pihak. Khususnya bagi seorang guru atau pendidik untuk proses pladanan. Keteladanan dalam konsistensi berpikir dan bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Tuntutan ini bukan berarti seorang guru atau harus menjadi malaikat atau manusia yang sempurna, melainkan manusia yang mempunyai sikap yang konsisten dalam sikap hidupnya, artinya terbuka untuk perbaikan, terbuka untuk menerima kritik dan masukan. Keteladanan untuk mau berkembang.

3.2  Saran

Berkaitan dengan isi dari nilai-nilai yang akan ditanamkan, seorang guru yang sekaligus berperan sebagai pendidik dituntut untuk kreatif. Kreatif menemukan kemungkinan untuk menawarkan nilai-nilai hidup kepada anak didik. Kreatif dan berinisiatif untuk tekun mengelola perkembangan dan tuntutan yang ada tanpa meninggalkan inti ajaran hidup. Hal ini berarti juga bahwa seorang guru harus terus-menerus belajar tentang makna hidup itu sendiri.




No comments:

Post a Comment